Cerpen "Perampokan di Bioskop"
Jedi, Ellen, Emma, Mike, dan Riley memanfaatkan libur akhir pekan untuk bersenang-senang bersama. Kelima sahabat itu memutuskan untuk menonton film di bioskop yang berada di salah satu mal di kota. Film berjudul Final Destination 5 menjadi film yang akan ditonton oleh mereka hari ini. Saat ini mereka telah memasuki teater dan duduk berjejer di kursi nomor C6 sampai C10.
Sudah sekitar satu jam lalu film itu diputar. Semua penonton fokus pada apa yang ditampilkan di layar. Emma dan Jedi sedang berdebat tentang siapa yang akan tewas selanjutnya. Ellen sedari tadi bersandar pada Riley. Dan Mike tengah asyik melahap popcornnya.
Adegan demi adegan dalam film tersebut semakin seru. Tiba-tiba layar mati. Seketika semuanya menjadi gelap total. Keadaan menjadi ricuh dan tak terkendali. Hal itu ditambah dengan bunyi tembakan yang terdengar di dalam teater. Semua orang yang ada di sana berteriak ketakutan. Mike mencoba untuk menyalakan senter di gadgetnya. Begitupun dengan yang lain. Samar-samar terlihat sekelompok orang berbaju hitam yang membawa senjata api. Tidak ada satu pun yang tahu siapa orang-orang itu.
Bunyi tembakan terdengar lagi. Kali ini berbarengan dengan lampu yang menyala hingga teater menjadi terang kembali. Persis di depan layar, ada sekitar 10 orang pria dengan tampang yang sangar sedang menodongkan pistolnya ke arah kursi penonton. Tidak ada yang bisa kabur saat ini. Semua pintu dijaga ketat oleh mereka.
“Jika kalian semua patuh pada kami, maka kami pastikan bahwa kalian masih akan tetap bernapas. Jika melawan, nyawa kalian akan melayang,” ancam salah satu penjahat yang membuat keadaan menjadi tegang.
“Keluarkan dan serahkan barang-barang berharga milik kalian sekarang juga!”
Sebagian penjahat melancarkan aksinya dengan menodongkan pistol ke kepala pengunjung bioskop sebagai ancaman agar para pengunjung mau memberikan harta mereka. Sebagiannya lagi menjaga agar tidak ada yang bisa lari dari situ. Bunyi tembakan tiba-tiba terdengar lagi. Terlihat seorang laki-laki yang duduk di bangku paling depan tergeletak pingsan dengan kepala yang bersimbah darah. Mungkin saja laki-laki itu sudah meninggal. Pasalnya, penjahat tersebut menarik pelatuknya dengan posisi moncong pistol berada tepat di pelipisnya. Sontak semua pengunjung menjadi semakin takut. Bahkan, ada juga yang menangis histeris melihat kejadian itu.
Tubuh Ellen bergetar ketakutan. Riley membantu untuk menenangkannya. “Kita harus keluar dari sini,” kata Riley.
“Jika kita pergi dari sini sekarang, percuma saja. Kita akan mati sia-sia di tangan mereka. Mereka semua membawa senjata,” ucap Mike.
“Lalu kita harus bagaimana?” Riley mengacak-acak rambutnya sendiri dengan frustasi.
“Aku ada ide,” sahut Emma.
Emma membisikkan idenya pada Ellen, Jedi, Mike, dan juga Riley. Mereka semua sepakat. Namun mereka tidak yakin jika itu akan berhasil. Idenya bisa jadi terdengar cukup konyol dan basi bila digunakan untuk situasi seperti sekarang. Apalagi nyawa Emma yang akan menjadi taruhannya.
Emma mengangkat tangannya dengan sedikit berteriak memanggil ketua perampok. Membuat semua pandangan tertuju padanya. Dengan beraninya, Emma maju ke depan menghampiri ketua perampok itu. Sejujurnya, Emma sekarang ini dia sangat takut. Apalagi ditodong dengan banyak pistol.
“Saya mohon maaf sebelumnya-“ Emma memperhatikan sekelilingnya. “bisakah saya ke toilet sebentar?”
“TIDAK!” gertak ketua penjahat.
Emma mencoba untuk akting dan memasang muka memelasnya. “Tapi saya...saya...umm...saya sedang...datang bulan...dan...bocor. Jadi saya ingin ke toilet untuk membersihkan ini.”
“Kau pikir kami mudah ditipu?”
“Tapi aku sungguh benar-benar membutuhkan toilet saat ini.” Ellen membelakangi ketua penjahat dan menunjukkan celananya yang telah basah sedikit. Tadi, Emma sengaja membasahi celananya dengan minuman.
Di sisi lain, Jedi mentertawai kebodohan yang dilakukan oleh temannya itu. Ya, itulah ide Emma. Jika dia berhasil keluar dari dalam teater dan masuk ke toilet, maka Emma bisa mencari pertolongan di luar sana dan menyelamatkan mereka semua.
“Menjijikan!”
“Theo! Frans! Cepat bawa wanita ini ke toilet. Jangan sampai dia kabur!” perintah si ketua.
“Siap, bos.”
Lalu Emma menuju toilet dengan pengawalan oleh dua orang perampok yang terus menerus menodongkan pistol ke arahnya. Emma terperanjat ketika melihat suasana bioskop saat ini. Seluruh penjuru bioskop sangat sepi. Semua orang pingsan dan tidak sadarkan diri di lantai. Karena ketahuan sedang mengamati sekitar, salah satu perampok menggertak Emma dan mendorongnya untuk melangkah cepat. Akhirnya Emma sampai di toilet dan berhasil lepas dari penjagaan. Dia sedang memikirkan cara yang tepat untuk kabur dan mencari pertolongan. Emma tidak memegang gadget atau barang elektronik apa pun karena semuanya telah dirampas oleh perampok tadi. Emma mengecek isi tasnya. Mencoba menemukan benda apa pun yang tersisa untuk bisa melawan pejahat di luar, meski rasanya mustahil.
Emma keluar dari toilet. Dan benar saja, dua perampok itu menungguinya di depan pintu sembari menodongkan pistolnya lagi.
“Apa kalian tidak merasa pegal jika terus menerus seperti itu?” tanya Emma.
“Kau pasti berniat kabur.”
“Kalau aku berniat kabur, sudah dari tadi aku lakukan sejak keluar dari dalam teater.”
“Dan jika itu terjadi, kau tidak akan bisa pergi dari sini dalam keadaan hidup.”
“Aduhhh...” Emma memegangi perutnya dan terlihat seperti sedang kesakitan.
“Kenapa kau?”
“Biasa, sakit perut akibat datang bulan. Semua perempuan di dunia ini sering merasakannya.”
Setelah percakapan singkat itu berakhir, dua perampok itu tanpa sadar menurunkan senjatanya. Kesempatan itu tentu saja tidak ingin disia-siakan oleh Emma. Dia menyemprotkan parfum miliknya ke mata dua perampok itu dengan gerakan cekatan. Mereka tidak bisa membuka matanya. Mata mereka menjadi perih seketika. Emma berlari untuk menghindari mereka. Saat Emma sudah berada sekitar 5 meter dari penjahat itu, sebuah peluru mengenai kaki kirinya. Emma terjatuh dan meringis kesakitan. Penjahat-penjahat tadi ternyata menembaki ke seluruh arah dengan mata terpejam akibat efek semprotan parfum. Emma bangkit dan berjalan terseok-seok untuk mencari bantuan meski kakinya berdarah dan sakit.
Di dalam teater, para perampok masih melakukan kejahatannya. Mereka kini sudah mendapat banyak uang dan benda-benda mahal lainnya dari semua orang di sini.
“Aku takut Emma tidak berhasil. Kenapa dia lama sekali sih? Atau jangan-jangan dia ketahuan,” ucap Jedi.
“Stop, Jedi. Jangan berpikiran buruk. Kita doakan saja agar Emma berhasil kabur dan menolong kita semua,” kata Mike.
“Ya, aku harap begitu.”
***
Kaki Emma semakin sakit. Darah terus mengalir dari pergelangan kakinya. Semua pintu di bioskop tidak dapat dibuka. Keadaan di luar bioskop ini juga terlihat sepi. Ke mana perginya semua orang?
Satu-satunya cara untuk bebas dari ini semua adalah dengan memanggil polisi ke mari. Dengan menggunakan handphone salah satu pengunjung yang sedang tak sadarkan diri, Emma menghubungi nomor polisi untuk meminta bantuan. Emma menjelaskan semua kejadian saat ini kepada polisi. Tidak lama lagi para polisi akan segera datang. Emma menghela napas. Usahanya berhasil.
Suara sirene mobil polisi terdengar di depan mall. Pengunjung mal yang tidak tahu apa-apa hanya bisa memasang wajah kebingungan melihat banyak sekali polisi dan tentara yang memasuki mal ini. Lengkap dengan senjatanya, mereka melangkah tergesa-gesa menuju bioskop.
Sesampainya di sana, suasana bioskop benar-benar sunyi senyap. Tidak ada satu pun penunjung mal yang hendak ke bioskop ini. Penyebabnya ialah plang yang ditaruh di dekat eskalator yang bertuliskan ‘Bioskop Tutup’.
Tanpa berpikir lama, mereka mendobrak pintu bioskop. Setelah berhasil masuk, mereka berpencar ke segala penjuru untuk menyelamatkan para sandera. Emma yang melihat sekelompok polisi hendak bangun dari posisinya dengan kaki kiri yang masih sakit dan berdarah-darah, tetapi tiba-tiba ditahan oleh salah satu polisi dan membawa Emma untuk mendapatkan pengobatan segera.
Polisi mengepung bioskop ini. Korban sedang dievakuasi oleh polisi. Mereka juga akan menindaklanjuti kasus ini.
“Emma berhasil! Yayy!” sorak Jedi.
“Tapi di mana dia sekarang?” tanya Ellen.
“Kita tanyakan saja pada polisi,” kata Mike. “Pak polisi!”
“Ada apa? Kalian sebaiknya cepat keluar dari tempat ini. Kami akan mengisolasi tempat ini untuk sementara.”
“Kami hanya ingin bertanya. Di mana teman kami yang bernama Emma?” tanya Mike.
Polisi tersebut terlihat sedang mengingat sesuatu, sebelum akhirnya dia berkata, “Teman kalian itu yang telah memanggil kami ke sini. Tapi kondisinya sedang tidak baik. Kakinya terluka karena terkena tembakan. Saat ini teman kalian sedang dalam perjalanan ke rumah sakit untuk mendapat penanganan medis.”
Baik Jedi, Ellen, Riley ataupun Mike tidak menyangka jika Emma tertembak. Walaupun hanya kakinya yang parah, tetap saja mereka semua khawatir. Mereka berempat lalu menyusul Emma ke rumah sakit.
Emma saat ini sudah mendapatkan perawatan. Kakinya yang luka telah diperban. Tak lama kemudian, sahabat-sahabatnya datang menjenguknya. Mereka berlima saling berpelukan dengan erat.
Komentar
Posting Komentar