Cerpen "Karena Waktu"
Fazri tergesa-gesa menuju ke salah satu kantor di kawasan Jakarta. Hari ini ia akan mengikuti wawancara kerja. Fazri berharap bisa diterima bekerja di sana. Oleh karena itu, dia tidak mau terlambat datang ke kantor. Fazri memegang prinsip 'waktu adalah uang'.
Fazri melirik ke arah arloji hitam yang dipakai di tangan kirinya. Sekarang jam tujuh dan Fazri sudah sampai di kantor itu. Fazri bersyukur hari ini dia tidak terlambat. Wawancara kerja sebenarnya baru akan dimulai pada jam delapan. Tapi tak apalah, lebih baik menunggu lama daripada telat, pikirnya.
Sekelebat bayangan masa lalunya tiba-tiba muncul. Fazri kembali teringat akan sikap sangat tepat waktunya. Ketika bersekolah dulu, dia merupakan murid yang paling pertama datang ke sekolah. Masih sepi dan matahari masih malu-malu untuk menampakkan dirinya. Alasannya hanya karena dia tidak ingin terlambat. Alhasil, Fazri harus rela menunggu bel masuk sekolah selama itu. Di saat teman-temannya baru berdatangan tepat pada saat bel berbunyi, Fazri sudah duduk rapi dan di atas mejanya sudah tertata buku-buku dan alat tulisnya.
Mengingat itu membuat Fazri rindu pada mendiang ibunya. Sosok ibunya yang telah mendidik Fazri sejak dini agar menjadi pribadi yang tepat waktu dan disiplin. Tak lama kemudian, seulas senyum penuh keyakinan tercetak di wajah Fazri. Dia berjanji akan lolos dalam wawancara kerja ini dan berhasil diterima kerja di sini. Dia berharap ibunya bisa melihat Fazri sukses dari atas sana. Ya. Dia harus bisa.
Perutnya meronta di saat yang tidak tepat. Tiba-tiba sekarang ini Fazri merasakan lapar yang luar biasa. Dia belum sarapan. Lebih tepatnya belum sempat sarapan walaupun dia sudah bangun ketika langit masih gelap. Masih ada waktu 30 menit lagi sebelum wawancara kerja dimulai. Tapi Fazri sama sekali tidak berminat meninggalkan ruang tunggu barang sedetik pun. Jika Fazri keluar untuk sarapan, dirinya takut terlambat dan pada akhirnya ia tidak akan diterima hanya karena tidak tepat waktu. Dan selama wawancara dilakukan, dia menahan rasa lapar yang dari tadi menyerangnya.
Saat ini sudah tengah hari dan Fazri baru saja menyelesaikan semua urusannya. Fazri akhirnya diterima bekerja di kantor itu. Tidak sia-sia dia berangkat pagi-pagi hingga mengabaikan sarapan.
Setiap berangkat kerja, Fazri selalu datang pagi-pagi sekali. Padahal, jarak dari rumah ke kantornya tidak begitu jauh, tapi Fazri nekat berangkat sepagi itu. Langit berwarna kemerah-merahan. Matahari baru saja terbit. Dan Fazri sudah tiba di kantor. Sekali lagi, dia hanya tidak ingin terlambat. Tak hanya itu, dalam kegiatan apapun, Fazri selalu datang sangat tepat waktu. Dia bahkan pernah rela menunggu sendirian bagaikan orang hilang selama tiga jam karena lagi-lagi tidak ingin terlambat. Dialah Fazri, manusia tepat waktu.
Komentar
Posting Komentar